TEMPO.CO, Aceh - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menilai rencana legalisasi poligami yang sedang dibahas Pemerintah Provinsi Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), bukanlah solusi untuk melindungi hak-hak perempuan dalam perkawinan.
Baca: Komnas: Legalkan Poligami di Aceh Bukan Solusi Lindungi Perempuan
Menurut Komisioner Komnas Perempuan, Sri Nur Herawati, segala hal berkaitan masalah poligami telah diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. "Lalu qanun ini mau mengatur yang mana lagi?," ujar Sri di kantornya, Senin, 8 Juli 2019.
Sri menilai, turunan peraturan tentang poligami bukanlah solusi. Jika argumentasi dibuatnya peraturan tersebut karena maraknya nikah siri yang merugikan perempuan, kata dia, maka yang harus dirapikan adalah pencatatan perkawinan. "Jangan nanti antara masalah dan penyelesaiannya berbeda," ujar Sri.
Sebelumnya, DPRA berdalih rencana pemerintah Aceh melegalkan poligami untuk menyelamatkan perempuan dan anak yang selama ini menjadi korban pernikahan siri.
Sejumlah legislator komisi agama di DPRA berargumen, selama poligami tidak dilegalkan, maka perempuan akan tetap menjadi korban. Praktik nikah siri dinilai tidak pernah memberikan kejelasan, terutama bagi pihak perempuan. Sebab pernikahan ini tidak tercatat oleh negara.
Baca: Komentar Imam Besar Al Azhar Soal Poligami Jadi Kontroversi
Berikut isi lengkap mengenai aturan berpoligami yang tertuang dalam Draft Rancangan Qanun Hukum Keluarga.
Pasal 46
Ayat (1)
Seorang suami dalam waktu yang bersamaan boleh beristri lebih dari 1 (satu) orang dan dilarang lebih dari 4 (empat) orang.
Ayat (2)
Syarat utama beristri lebih dari 1 (satu) orang harus mempunyai kemampuan, baik lahir maupun batin dan mampu berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya.
Ayat (3)
Kemampuan lahir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan tempat tinggal untuk kehidupan istriistri dan anak-anaknya.
Ayat (4)
Kemampuan tersebut harus dibuktikan dengan sejumlah penghasilan yang diperoleh setiap bulan dari hasil pekerjaan baik sebagai Aparatur Sipil Negara, pengusaha/wiraswasta, pedagang, petani maupun nelayan atau pekerjaan lainnya yang sah.
Ayat (5)
Kemampuan batin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan, biologis, kasih sayang dan spiritual terhadap lebih dari seorang istri.
Ayat (6)
Dalam hal syarat utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mungkin dipenuhi, seorang suami dilarang beristri lebih dari 1 (satu) orang.